Awalnya, film garapan Aria Kusumadewa ini saya anggap film komedi biasa, seperti film komedi Indonesia pada umumnya. Setelah sekian lama rilis di bioskop, saya baru menontonnya bulan lalu. Karena sudah lama rilis di bioskop, tentunya saya tidak menontonnya di bioskop. Saya menontonnya lewat softfile film yang teman saya download dari situs download film gratis. Padahal film bukanlah barang gratis untuk disebarluaskan, tapi apa boleh buat, hasrat untuk menonton film ini akhirnya mengalahkan idealisme saya tersebut.
Sebenarnya saya sudah lama ingin menonton film ini, karena salah satu aktor yang berakting di film ini adalah aktor favorit saya, yaitu om Dedi Mizwar. Perlu di ingat, sebelumnya saya yang belum pernah menonton film ini sebelumnya hanya punya informasi aktor terkenal yang bermain di film ini adalah om Dedi Mizwar. Tetapi setelah saya lihat poster filmnya, muncul nama-nama aktor ternama dan aktris ternama di jamannya. Sepert om Cok Simbara, Hengky Tornado, dan om Anwar Fuadi. Sedangkan Aktris yang tampil juga tidak kalah hebat, nama terkenal seperti Ira Wibowo, dan Iis Dahlia juga ada. Luar biasa saya bilang, karena hampir semua aktor yang ada juga sempat saya kagumi karena kemahirannya dalam bidang akting.
Ceritanya bermula dari proses pemilihan kepala daerah Kuncup Mekar. Ibu Pattiwa dan wakilnya Ki Orka, serta Bapak Jasmera dan wakilnya Delarosa berhak maju ke babak terakhir pemilihan Bupati di daerah tersebut.
Baru saja dimulai, film ini langsung menunjukkan orasi-orasi Jasmera yang hebat. Jasmera yang diperankan oleh Dedi Mizwar berorasi tentang pemimpin yang seharusnya tidak munafik. Juga tentang idealismenya yang unik, yaitu “sikat dulu, urusan belakangan”.
Tokoh Jasmera ini adalah sosok calon bupati yang tegas dan berapi-api dalam berorasi. Idealismenya yang kuat juga menunjukkan Jasmera merupakan orang yang ambisius. Tetapi Jasmera tidak malu-malu mengungkapkan kegemarannya mengenai Hedonisme. Dalam sebuah kalimat orasi juga, Jasmera tampak menganggap hal yang wajar terhadap penderitaan rakyat dan kontroversi kebudayaan demi terwujudnya pemerintahan yang sejahtera di kemudian hari.
Sedangkan tokoh Ibu Pattiwa, yang diperankan oleh Keke Soeryo adalah sosok calon pemimpin yang kalem dan berhati-hati dalam bertindak. Sikap kalemnya dalam setiap kesempatan menunjukkan bahwa menjadi pemimpin haruslah tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Dalam sebuah scene adegan ketika Pattiwa dan Jasmera berdebat mengenai programnya masing-masing, terlihat jelas bahwa Pattiwa ingin menjalankan masa pemerintahannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut.
KONFLIK terjadi ketika suatu saat setelah selesai kampanye, Pattiwa tertembak oleh orang yang tak dikenal (karena hingga akhir film orang tersebut tidak terungkap). Pattiwa segera dibawa ke UGD rumah sakit ternama di daerah Kuncup Mekar tersebut. Pattiwa berhasil selamat dari peluru yang menembus pundaknya. Tetapi menurut dokter, setelah operasi selesai, pasien dapat dianggap telah pulih jika pasien tersebut telah kentut.
Kentut dalam film ini telah menjadi konflik yang melebar. Dari usaha ketua kampanye ibu Pattiwa yang diperankan Ira Wibowo untuk mendesak dokter agar Pattiwa segera kentut. Jasmera yang menyewa paranormal (Medina Kamil) untuk menunda waktu kentut Pattiwa, hingga doa-doa pedagang dadakan yang berjualan di rumah sakit tersebut yang bersyukur atas tidak kentutnya Pattiwa, karena dia bisa tetap terus berdagang di halaman rumah sakit tersebut.
Film ini ber-genre drama komedi. Diisi dengan dialog-dialog idealis dan realis yang masuk akal. Bahkan saya dapat katakan, hampir seluruh dialog aktor dan aktris dalam film tersebut mengandung makna tersendiri tentang kebenaran dan kenyataan. Untuk film ini, walaupun sudah menontonnya berkali-kali, tetapi saya tetap menontonnya lagi dan lagi. Apalagi jika saya sekedar ingin mengutip kata-kata mutiara yang ada di film ini.
Saya merekomendasikan film ini di tonton oleh orang-orang yang telah mengenyam pendidikan, minimal SMA. Karena kiasan-kiasan, konflik politik, hingga konflik batin dalam film ini membutuhkan wawasan yang cukup luas untuk dapat dimengerti oleh penontonnya. Dan pada akhirnya, saya memberikan bintang 4 untuk film ini.